Kaligrafi Islam

Kaligrafi Islam
Allah Tuhanku dan Muhammad Utusan Allah SWT

18 April 2010

Kontroversi sang Susno Duadji

Oleh Karsidi Setiono
Aktivis Ikatan Remaja Muhammadiyah

Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol.) Susno Duadji seakan tidak pernah sepi dari hal kontroversi. Setelah terlibat dalam upaya kriminalisasi dua anggota KPK, kini membongkar markus di tubuh Polri.

BETAPA publik menghujat jenderal bintang tiga ini ketika rekaman pembicaraan dugaan upaya kriminalisasi terhadap Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit S. Rianto yang didalangi langsung Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo, di sidang terbuka di gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Rakyat pun begitu marah karena ia berani memenjarakan dua orang yang menjadi simbol rakyat memberantas tikus-tikus berdasi dalam kerangka demokrasi tersebut. Hingga dalam kasus yang sering disebut dengan ungkapan (cicak vs buaya) ini pula mengakibatkan dirinya dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kabareskrim Mabes Polri.

Kehebohan sang jenderal ini nyatanya tidak berhenti sampai di situ. Dengan berseragam lengkap dan beratribut Polri-nya, Susno datang sebagai saksi sidang perkara mantan Ketua KPK Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sehingga Kapolri pun terusik, fasilitas yang diberikan pada Susno pun dilucuti Detasmen 88 Polri waktu itu.

Tanggapan rakyat pun jadi berubah 100%. Yang sebelumnya banyak menghujat, menghina, atau mencacimaki Susno karena kasus kriminalisasi KPK, kini berbalik jadi simpati. Susno Duadji tak ubahnya jenderal flamboyan. Bicaranya ditunggu banyak orang karena keberaniannya. Bahkan berani melawan kebijakan institusinya jika menurutnya benar.

Kali ini berbeda. Nyanyian lagu Susno Duadji bermula saat melapor di kantor Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Jenderal berbintang tiga non-job itu diterima Mas Achmad Santosa, Darmono, dan Denny Indraya. Susno pun mulailah bernyanyi. Beliau membeberkan informasi mengenai makelar kasus (markus) pajak yang terjadi di tubuh Mabes Polri. Terutama temuan kasus pajak yang diduga uangnya dibagi-bagi oleh penyidik di korps Bhayangkara itu.

Pengaduan Susno yang disampaikan pada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yaitu kasus money laundering (pencucian uang), penyuapan, korupsi, dan markus yang terjadi di tubuh Polri. Kasus ini ditangani anak buah Susno manakala masih menjabat Kabareskrim Polri. Namun, belum sempat diselesaikan, Susno keburu dicopot Kapolri atas rekomendasi Tim Delapan yang dipimpin Adnan Buyung Nasution yang disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

Sesaat sebelum jabatannya lepas, Susno Duadji berpesan pada bawahannya agar kasus tersebut diselesaikan. Namun, karena tidak kunjung tuntas, Susno mulai menaruh curiga kalau kasus tersebut telah dipelintir dua jenderal. Malah menurut Susno, ada lima perwira Polri yang dicurigai terlibat seperti diberitakan Radar Lampung. Yakni Brigjen EI (Kapolda Lampung), Brigjen RE, Kompol A, AKBP T, dan Kombespol EB. Juga menyeret nama Gayus Tambunan, seorang pegawai pajak golongan III/a pada Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka dalam kasus yang merugikan negara Rp 28 miliar.

Sekarang yang menjadi pertanyaan, siapa dan apa jabatan para jenderal yang disebut oleh Susno? Apa peran yang dilakoni para jenderal menurut Susno?

Brigjen EI awalnya adalah Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim. Kemudian dia diganti Brigjen RE. Bahkan menurut Susno, Kapolri juga harus bertanggung jawab untuk menangkap dan memenjarakan kedua jenderal tersebut.



Periksa Perkara Pokok

Menanggapi tudingan sebagai markus, Direktur Ekonomi Khusus (Direksus) Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol. Raja Erizman berang. Ia pun menyerang balik. Raja Erizman menuding Susno Duadji ibarat maling teriak maling. Raja Erizman mengungkapkan, justru dulu banyak markus yang bergentayangan dan berdatangan ke ruang Susno ketika ia menjabat sebagai Kabareskrim.

Bukan hanya Raja Erizman yang berang, Kapolri melalui Kadivhumas Polri Komjen Pol. Edward Aritonang juga memberikan sanggahan. Menurutnya, pernyataan itu belum tentu sepenuhnya benar. Karena itu, pihaknya telah melayangkan panggilan untuk Susno untuk menjelaskan hal ini. Bahkan, Kapolri telah memerintahkan Kabid Propam Mabes Polri untuk memeriksa Susno Duadji berkenaan hal itu.

Jika kita amati, dari asas hukum pidana yang dianut di Indonesia, jika ada seseorang dan atau sebuah lembaga yang melaporkan sesuatu peristiwa pidana, yang harus diperiksa dan atau ditindaklanjuti terlebih dahulu adalah perkara pokoknya dengan maksud untuk membuktikan apakah laporan tersebut benar menurut hukum atau tidak.

Bila terpenuhi unsur materi hukumnya, pengaduan tersebut ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan dengan menetapkan tersangkanya. Namun, jika unsur hukumnya tidak terpenuhi, oleh Polri diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Artinya, apa yang disampaikan Susno Duadji itu harus ditindaklanjuti kebenaran yuridisnya terlebih dahulu. Bukan sebaliknya, justru Kapolri memerintahkan Susno Duadji agar diperiksa karena telah mencemarkan institusi kepolisian.

Menyimak sikap Kapolri dalam menyikapi laporan Susno Duadji, khalayak ramai semakin meyakini bahwa betapa sulitnya untuk membongkar indikasi-indikasi. Bisa saja memang benar demikian adanya pelanggaran hukum yang diduga terjadi di tubuh kepolisian yang selama ini telah menggurita.

Seorang Susno Duadji adalah jenderal bintang tiga yang masih aktif, justru mendapat serangan balik dari pembesar Polri yang mencoba melakukan koreksi di tubuh Polri. Apalagi kalau yang melapor adalah rakyat jelata, bisa jadi si pelapor langsung diamankan tanpa pernah diperoses laporannya.

Pertanyaannya sekarang, sebegitu pentingkah polisi harus melindungi dan menutup-nutupi kebobrokan yang begitu menggurita di tubuh institusi kepolisian? Tidak adakah tebersit di hati nurani petinggi Polri untuk mereformasi jajarannya sehingga menjadi contoh dan panutan masyarakat dalam penegakan hukum di negeri ini?

Sebenarnya sejak reformasi digulirkan, tidak sedikit petinggi Polri yang diseret KPK karena melakukan pelanggaran hukum yang sebelumnya sama sekali tidak pernah tersentuh selama pemerintahan almarhum Soeharto. Bukankah ini semua menunjukkan bahwa memang tidak tertutup kemungkinan yang disenandungkan Susno Duadji itu mungkin ada benarnya.

Sesungguhnya tidak ada manusia yang kebal dari hukum. Hukum itu bersifat adil tanpa memandang jabatan, harkat, dan martabat. Tapi, dalam pelaksanaan penegakan hukum cenderung tidak adil. Sebagai contoh, dua janda pahlawan yang harus menderita kedinginan di penjara akibat ketidakadilan. Semoga apa yang diungkap sang jenderal membuka mata para penegak hukum. (*)